Problematika Dakwah : Satu Kader Satu

Menyoal SKS ( satu kader satu)
oleh
Komari
A.Mukaddimah.
Rasulullah  diutus bagi manusia untuk menyempurnakan akhlaknya, mengarahkan kehidupan, membimbing agar sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Dengan demikian kehidupannya dapat merasakan kebahagiaan yang hakiki selama di dunia apatah lagi nanti di akherat.
Lembaga dakwah adalah sarana , alat yang dipakai untuk tujuan dakwah, agar dakwah dapat sampai kepada kaum muslimin. Dakwah sebagai proses pembinaan, bimbingan, transfer ilmu dapat berjalan dengan sebaik-baiknya secara efektif dan efisien.
Da’i da’iyah, muballigh/ah, ustadz/ah, murabbi/yah dan apapun sebutannya adalah pelaku dakwah. Di tangannyalah berjalan atau mandegnya dakwah ini. Mereka harus berfikir keras untuk mencari format dakwah yang paling pas dengan segala tuntutan situasi dan kondisi terkini, baik dalam tataran materi, urutan penyampaian materi, metode penyampaian, atau target-target yang ingin dicapai dalam satu jenjang pembinaan (marhalah). Jika ini tidak dilakukan, maka akan berakibat pada proses dakwah tersebut, yaitu dakwah akan tampak monoton, tidak kreatif, kurang variatif, kurang komunikatif, beku, tidak PAKEM (pengajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan) yang berakibat juga pada rendahnya respon positif mad’u terutama kader pemula.
SKS (satu kader satu) merupakan program yang cemerlang dan strategis. SKS merupakan penajaman dari dakwah fardiah yang telah dilaksanakan secara alami (yang terlibat dan waktunya tidak dibatasi). SKS menggerakkan tiap kader, agar tiap kader dalam jangka waktu tertentu dalam menggaet, merekrut dan membawa (minimal) satu orang untuk diikutkan dalam daurah SKS, yang kemudian diaktifkan dalam halaqah-halaqah tarbiyah.

B.Pelaksanaan SKS.
Program SKS dicanangkan secara Nasional dalam Musyawarah Kerja pada Nopember 2009 dan sampai saat ini telah berjalan sebanyak 3 tahap. SKS tahap 1 telah berhasil dilaksanakan dengan tingkat keberhasilan 37 % artinya hanya 37 % saja dari jumlah kader yang berhasil melaporkan daurah SKS-nya. Selebihnya 63% belum diketahui apakah berhasil mengadakan daurah SKS atau tidak.
Program SKS tahap kedua digulirkan dan telah berhasil dilaksanakan dengan tingkat keberhasilannya 32 %. Sedangkan program SKS tahap ketiga yang diharapkan selesai Desember 2010 belum diketahui secara pasti tingkat keberhasilannya.
Seluruh alumni daurah SKS akan ditindaklanjuti dengan Pembina secara rutin berjenjang dengan istilah Tarbiyah atau halaqah tarbiyah. Dalam halaqah-halaqah inilah, para alumni daurah SKS digodok, digembleng secara intensif sekali dalam sepekan agar menjadi kader dengan kualifikasi 5 M (mukmin, muslih, mujahid, muta’awin dan mutqin). Aneka “santapan rohani” siap disajikan oleh para murabbi/yah, ibarat botol kosong yang siap diisi dan dibentuk menjadi “kader” yang dapat juga dipekerjakan untuk dakwah di bawah bendera ahlu sunnah wal jama’ah dan dibawah satu komando.

C.Kenyataan
“Keberhasilan” program SKS telah diprediksikan di atas kertas. Hitungan-hitungan akan terjadinya percepatan atau bahkan pelipatgandaan jumlah kader telah dilakukan. Pengerahan kader dalam menyambut program SKS juga telah dilakukan. Namun hasilnya masih minim.
Hasil yang minim ini rupanya, bukan saja dalam hal jumlah peserta daurah SKS; tetapi mereka yang ikut daurah SKS-pun banyak yang tak “tamat”. Ada yang hanya mengikuti satu materi, dua materi saja. Banyak alasan-alasan yang dikemukakan untuk meninggalkan arena daurah, bahkan tidak jarang yang tiba-tiba menghilang.
Belum lagi mereka yang telah di”tarbiyahi” banyak juga masalahnya, baik dari sisi peserta atau murabbinya. Banyak halaqah-halaqah tarbiyah hasil SKS yang “tutup”karena “kehabisan”peserta atau ditinggalkan murabbinya. Walaupun sampai saat ini belum ada evaluasi secara resmi tentang hal ini, tapi berdasarkan informasi dari beberapa DPCdi Sulsel, Sulbar, Sulteng dan Sultra, beginilah kondisinya. Tentu kondisi ini sangat tidak kita inginkan. Perlu kajian yang mendalam tentang sebab-sebab dan kemungkinan terapinya, agar program SKS benar-benar efektif dan efisien.

D.Faktor-faktor Penyebab.
Banyak faktor yang berpengaruh pada “kurang” berhasilnya program SKS. Tetapi pada tulisan ini, kami hanya menitikberatkan pada 2 faktor saja. Pertama; Input, kedua; sistem daurah SKS.
Pertama : Input.
Yang dimaksud dengan input adalah para peserta daurah SKS, yang direkrut dari mana saja; teman kantor, teman kecil, tetangga, kenalan dan lain-lain dengan aneka latar belakang yang berbeda. Mereka sangat sedikit mendapatkan informasi tentang daurah apalagi tentang tarbiyah. Mereka masuk dalam situasi yang sama sekali baru dan sangat berbeda dengan situasi lingkungannya sebelumnya. Telah terjadi perubahan situasi yang sangat drastis dari sebelum tarbiyah dan setelah tarbiyah.
Secara sederhana perubahan situasi peserta SKS pada sebelum dan sesudah Daurah SKS adalah sebagai berikut :
Situasi Sebelum daurah SKS
Situasi Sesudah daurah SKS /tarbiyah
1.Belum terbiasa duduk mendengarkan materi selama 1,5-2 jam.
1.Dituntut untuk duduk selama 1,5-2 jam untuk mendengarkan materi disajikan.
2.Belum terbiasa duduk untuk mengaji al-Qur'an di depan orang banyak, apalagi jika harus diulang-ulang karena banyak yang salah baca.
2.Dituntut untuk mau membaca al-Qur'an di depan teman-temannya, mau diperbaiki, ditegur, mungkin ada yang mentertawai.
3.Belum terbiasa menghafal al-Qur'an
3.Dituntut untuk bisa menghafal al-Qur'an secara rutin dan memperdengarkannya di hadapan murabbi dan teman-temannya.
4.Pelaksanaan ibadahnya yang masih sesukanya.
4.Pelaksanaan ibadah yang selalu dikontrol dan diarahkan.
5.Belum punya kesadaran akan pentingnya menuntut ilmu.
5.Dan lain-lain
6.Dan lain-lain

Intinya, telah terjadi loncatan situasi yang sangat jauh, perbedaan yang sangat mencolok sehingga banyak yang mengalami “shock” atau kaget berat. Mereka tidak siap baik secara fisik maupun mental. Akibatnya mereka banyak yang mundur secara teratur, sehingga banyak kelompok tarbiyah yang bubar.
Sementara kelompok tarbiyah sebelum program SKS terbentuk setelah melalui daurah maupun tanpa melalui daurah. Peserta direkrut dari mereka yang telah:
1.Aktif mengikuti taklim-taklim rutin atau kegiatan keagamaan lainnya.
2.Punya kemauan untuk menuntut ilmu agama.
3.Telah terbiasa dan memperhatikan ibadah-ibadah mahdah.
Perubahan situasi antara sebelum dan sesudah daurah tidak terlalu jauh lompatannya. Sehingga peserta daurah ini adalah mereka yang telah mempunyai kesiapan dalam kegiatan pembinaan-pembinaan lanjutan (tarbiyah). Tingkat keguguran peserta relatif lebih kecil dibandingkan dengan mereka yang ikut daurah setelah program SKS dicanangkan.
Kedua : Sistem pengelolaan daurah SKS.
Sistem pengelolaan daurah paska program SKS dicanangkan, belum ada perbedaan dengan dengan pola lama. Metode penyajian masih dimonopoli dengan metode ceramah, dengan orientasi transfer ma’lumat. Demikian juga dengan keikutsertaann peserta dalam daurah begitu longgar. Sehingga tidak sedikit peserta yang hanya mengikuti sebagian materi saja. Bagaimana mungkin input yang berbeda kemudian diperlakukan dengan cara yang sama (daurah SKS), akan menghasilkan output yang sama ?

E.Usulan dan saran.
Agar program SKS dapat efektif dan efisien dengan mencermati faktor-faktor penyebab di atas, maka berikut ini kami berikan usulan-usulan sebagai berikut :
1.Yang berhubungan dengan Input/ Peserta.
Rekrutmen calon peserta daurah SKS adalah mereka yang telah aktif dalam taklim-taklim rutin, pembinaan awal seperti Dirosa (Dirasah Orang Dewasa).
2.Yang berhubungan dengan sistem pengelolaan Daurah.
Harus ada penyegaran sistem pengelolaan daurah; seperti komunikasi dua arah, dialog, penggalian informasi tentang tujuan, minat, bakat atau kecenderungannya.

F.Penutup

0 komentar:

Posting Komentar

Kelas VIII: Teorema Pythagoras

Teorema Pythagoras

Pengikut